Friday, July 25, 2008

my 'denis the menace' patients

Salah satu hal yang paling saya nikmati dari pekerjaan sebagai dentist adalah, saya bertemu banyak orang, dengan macam dan aneka ragam karakter, suku, background, profesi, jenis kelamin dan usia.
Yang paling menantang adalah, saat saya menangani pasien anak-anak..
Anak-anak itu susah untuk diprediksi reaksinya saat akan dilakukan tindakan, ada yang menjerit-jerit dan ini yang paling sering terjadi, ada yang kalem, ada yang mengalihkan perhatian, ada yang sama sekali tidak menangis, tetapi tidak mau buka mulut.. yang paling repot adalah anak yang tidak bisa diam, banyak bertanya, sekaligus merasa sensitive terhadap benda yang masuk kedalam mulut, yang menyebabkan kita sebagai dentist harus extra cepat dalam melakukan tindakan..
Saya mempunyai beberapa pasien anak-anak yang begitu terekam dalam ingatan saya, because they are so special, dan ada pendekatan tertentu saat menangani mereka..
Salah satunya pasien autis saya, saya lupa namanya, dia anak laki-laki, berusia 6 tahun, yang secara fisik sangat sehat. Yang saya ingat waktu pertama kali dia datang, diwajahnya penuh dengan keraguan dan rasa takut. Saya pelan-pelan mengenalkan seluruh ruangan pada anak itu, dari mulai dental chair, sampai alat-alat yang digunakan, dan bahan yang akan dipakai untuk menambal giginya. Ketika pertama kali merasakan rasa bahan tambal nempel di giginya, dia merasa senang sambil teriak “enaak..!”.. karena pengalaman pertamanya menyenangkan, waktu kunjungan kedua dia sudah mulai berani, masuk ruangan gigi dengan wajah yang ceria dan tersenyum sambil mengucapkan salam “assalamualaikum..”
Saya jadi ikut merasa senang.. walau katanya anak autis sepertinya punya dunia sendiri, tapi kalau kita sabar, ternyata bisa juga untuk proaktif dengan orang luarnya..
Ada lagi pasien istimewa saya, namanyaBbelva, anak perempuan berusia 5 tahun. Pertama kali datang Belva, anak yang sangat pendiam, tapi dia sangat kooperatif, saya begitu mudah untuk melakukan tindakan menambal giginya. Tetapi aneh juga kalau tidak ada satupun kalimat yang keluar dari mulut kecilnya. Diajak ngobrol pun responnya negative, dia hanya memandangi saya, hanya mengangguk atau menggeleng. Kunjungan kedua masih begitu, begitu pula kunjungan ketiga. Pas kunjungan terakhir, akhirnya saya bisa juga mendengar suara lembutnya. Waktu itu Belva datang pakai sepatu boot merah, saya mencoba untuk ngebecandain dia..
“ih, Belva sepatunya bagus ya.. warnanya merah.. “ yang menjawab malah ibunya “ iya ni bu dokter habis ini mau main..” saya tetap mencoba untuk ngajak ngobrol Belva.. “ lagi liburan ya.. main kemana sayang..?”
“mau mandi bola..” saya sampai kaget, ternyata Belva punya suara yang halus sekali..
“mandi bolanya dimana..?”
“di rumah sosis..”
Saya pikir, mungkin karena, tiap ada yang ngajak dia bicara, selalu ibunya yang menjawab, membuat Belva nyaris tidak diberi kesempatan untuk mengeluarkan apa yang ada di pikirannya..
Satu lagi pasien istimewa saya, namanya Imam, usianya 6 tahun. Dia anak yang super badung, tidak bisa diam. Belum masuk ruangan gigi saja, saya sudah bisa tahu dia sudah datang dan sedang menunggu giliran, dari suaranya yang suka teriak-teriak, dan suara ibunya yang berusaha untuk menenangkan. Kunjungan pertama, seperti anak kecil umumnya, ada rasa ketakutan, tetapi setelah dia merasakan bahwa tindakan yang dilakukan terhadap giginya tidak membuat dia sakit, dia mulai relaks. Pada kunjungan kedua, dia jadi tidak bisa diam, duduk di dental chair saja selalu gerak-gerak, dan banyak bertanya-tanya. Kalau sudah begini, saya harus sedikit menghilangkan kelembutan saya, dan bersikap tegas..kalau tidak begitu, perawatannya tidak akan selesai-selesai..
Cape tapi menyenangkan..
Itulah dunia anak-anak..
Rasa cape saya akan terobati saat melihat mereka tersenyum dan ceria.. seakan mengungkapkan “terimakasih bu dokter, gigiku sudah tidak sakit lagi, aku sudah bisa makan enak lagi sekarang..”
SELAMAT HARI ANAK NASIONAL 23 JULI 2008

Bersyukur

Satu bulan yang lalu saya ketemu dengan teman SMA. Dia datang ke tempat saya praktek, untuk konsultasi masalah giginya yang rusak. Sudah lama sekali kami tidak bertemu. Terakhir ketemu waktu saya masih kuliah semester awal. Sekarang dia sudah menikah dan punya 2 orang anak.
Kehidupan seseorang di dunia ini tidak bisa diprediksi ya, akan seperti apa selanjutnya. Teman saya itu cerita klo dia sedang menjalani perawatan post operasi pengangkatan tumor kelenjar getah bening stadium 2 di belakang telinganya, secara fisik temanku itu memang berubah jadi kurus, dan didaerah post operasinya tampak gosong karena proses penyinaran. Saya raba bagian itu masih terasa keras. Efek samping lainnya dari proses penyinaran dan obat-obatan yang dikonsumsinya adalah, semua giginya kehilangan massa emailnya, sehingga secara klinis semua giginya terlihat rapuh, dan lebih sensitive terhadap suhu yang ekstrim dan penyikatan yang terlalu keras.
Melihat keadaannya seperti itu saya jadi terenyuh sekaligus kagum. Karena dia benar-benar tegar menjalani apa yang sedang terjadi padanya. Ditambah suaminya sedang tidak punya pekerjaa.. what a tough woman.. Saya hadiahi dia pasta gigi yang bisa mengurangi kesensitifan giginya dan saya ajak dia serta anaknya untuk makan, ternyata dia sudah tidak bisa lagi merasakan rasanya makanan. Lidahnya sudah mati rasa. Oh my God.. saya jadi mensyukuri diri. Saya masih sehat, masih bisa beraktifitas, masih bisa merasakan enaknya rasa makanan. Kesehatan itu benar-benar karunia yang tidak ternilai harganya ya… dan kadang-kadang kita suka lupa mensyukurinya..

Gaining Through Losing